Jumat, 02 Januari 2009

TEORI KASUS

ASMA BRONKIAL


 

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejalan pernafasan (mengi dan sesak). Obstruksi jalan nafas umumnya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan relatif non-reversibel tergantung berat dan lamanya penyakit.


 

Klasifikasi Derajat Asma

DERAJAT ASMA

 

GEJALA 

GEJALA MALAM 

FUNGSI PARU 

INTERMITEN

Mingguan 

  • Gejala < 1x/minggu
  • Tanpa gejala di luar serangan
  • Serangan singkat
  • Fungsi paru asimtomatik dan normal di luar serangan. 

< 2 kali sebulan

VEP1 atau APE > 80%

PERSISTEN RINGAN

Mingguan

  • Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari
  • Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur.

> 2 kali seminggu  

VEP1 atau APE > 80% normal

PERSISTEN SEDANG

Harian 

  • Gejala harian
  • Menggunakan obat setiap hari
  • Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
  • Serangan 2x/minggu, bisa berhari – hari  

> sekali seminggu  

VEP1 atau APE > 60% tetapi < 80% normal

PERSISTEN BERAT

Kontinu  

  • Gejala terus menerus
  • Aktivitas fisik terbatas
  • Sering serangan 

Sering 

VEP1 atau APE < 80% normal


 


 

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala – gejala asma antara lain :

  1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
  2. Batuk produktif, sering pada malam hari.
  3. Nafas atau dada seperti tertekan.

    Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.


 

Diagnosis

Diagnosis asma berdasarkan :

  1. Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, faktor – faktor yang berpengaruh terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.
  2. Pemeriksaan fisik.
  3. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik), sputum (eosinofil, spiral Curshman, kristal Charcot-Leyden).
  4. Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menemukan adanya obstruksi jalan nafas.


 

Komplikasi

Pneumotoraks, pneumomediastinum dan emfisema subkutis, atelektasis, aspergilosis bronkopulmonar alergik, gagal nafas, bronkitis dan fraktur iga.


 

Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah :

  1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.
  2. Mencegah kekambuhan.
  3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankan.
  4. Menghindari efek samping obat asma.
  5. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel.

Yang termasuk obat antiasma adalah :

  1. Bronkodilator
    1. Agonis 2

      Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan fenoterol memiliki lama kerja 4 – 6 jam, sedangkan agonis 2 long acting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain – lain. Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.

    2. Metilxantin

      Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.

    3. Antikolinergik

      Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran nafas.

  2. Antiinflamasi

    Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi dan profilaksis.

    1. Kortikosteroid.
    2. Natrium kromolin (sodium chromoglycate) merupakan antiinflamasi nonsteroid.


 

Terapi awal, yaitu :

  1. Oksigen 4 – 6 liter/menit.
  2. Agonis 2 (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulas dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis 2 dapat secar subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.
  3. Aminofilin bolus iv 5 – 6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
  4. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tidak ada respons segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.


 

Respons terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut :

  1. Respons menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
  2. Pemeriksaan fisik normal.
  3. Arus puncak respirasi (APE) >70%

    Jika respons tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit.

    

    Terapi asma kronik adalah sebagai berikut :

  1. Asma ringan    : agonis 2 inhalasi perlu atau agonis 2 oral sebelum exercise atau terpapar alergen.
  2. Asma sedang    : antiinflamasi setiap hari dan agonis 2 inhalasi bila perlu.
  3. Asma berat    : steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis 2 long acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis 2 inhalasi sesuai kebutuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar