DEMAM BERDARAH DENGUE
A. Definisi
Demam Berdarah Dengue ( DBD ) adalah suatu penyakit infeksi pada anak dan dewasa yang disebabkan virus Dengue Famili Flaviviridae, genus Flavivirus, dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, uji tourniquet positif dengan atau tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan. (5,6,7)
Penyakit ini termasuk self limiting disease. (1) Kasus khas DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis mayor : demam tinggi, fenomena hemoragis dan sering hepatomegali serta kegagalan sirkulasi. ( 8 )
B. Epidemiologi
DBD pertama kali ditemukan di Filipina tahun 1953. (5,9,10,11,3) kemudian menyebar keseluruh Negara tropis dan subtropics. Kini sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) punya resiko terserang virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropik pernah mengalami letusan demam dengue dan DBD. (3) Setiap tahun diperkirakan terdapat 20juta kasus infeksi dengue. (10)
Di Indonesia kasus DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. (5,11,3,6) Tahun-tahun berikutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat. Demikian juga wilayah yang tejangkit semakin luas. Penyebab meningkatnya jumlah kasus dan semakin menyebar luasnya penyakit DBD itu antara lain adalah karena semakin meningkatnya arus transportasi penduduk dari satu daerah ke daerah lain. (3)
Studi epidemiologi didaerah tropis dan subtropis :
- Penyakit dengue merupakan penyakit endemic di Indonesia, tapi dalam jarak 2-5 tahun dapat terjadi epidemic. (5,10)
- Data yang terkumpul dari tahun 1968-1997 kebanyakan DBD menyerang usia <15tahun, kini baik dewasa maupun anak-anak kasusnya seimbang. (8,3)
- Kasus DBD cenderung meningkat pada musim hujan. (5,10,3) Suhu dan turunnya hujan dapat mempengaruhi daya tahan hidup, laju penularan, pola makan dan reproduksi nyamuk. (8)
Namun epidemiologi DBD dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi geografis dan serotype virusnya. (8,11,3,6)
C. Etiologi
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue :
- Virus RNA rantai tunggal, ukuran 50nm (5,9,8,11,3,6)
- Famili Flaviviridae, genus Flavivirus. (5,9,2,8,11,3,6,7)
- Termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus ( Arbo virus ). (12)
- Terdiri dari 4 serotipe Den1, den2, den3, den4. (5,9,2,8,11,3,6,7)
- Den1 dan Den2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya PD-II.
- Den3 dan Den4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. infeksi salah satu serotype menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan dan kurang terhadap serotype lainnya. Semua serotype tersebar diberbagai daerah Indonesia. (2,8,11,6) Serotipe Den3 paling dominant dan diasumsikan menimbulkan manifestasi klinik yang berat. (12)
- Vector utama adalah nyamuk Aedes Aegypti dari sub genus Stegornya.Ae.aegypti merupakan factor epidemic yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.Albopictus, Ae.Polynesiensis, anggota dari Ae.Scutellaris complek dan Ae.(finlaya) niveus juga dianggap sebagai vector sekunder. (6) Vektor sekunder kurang efisien karena hidup dan berkembang biak di kebun atau semak sehingga relative jauh kontak dengan manusia.
- Virus den termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap suhu dan factor kimiawi lain sehingga keberhasilan isolasi dan identifikasi virus sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan pengambilan. (4)
D. Vektor Utama (Ae.aegypti)
Dinamakan Ae.agypti sebab pertama kali ditemukan di Mesir tahun 1905, kemudian menyebar di seluruh dunia melalui kapal laut dan udara. (11,3) Hidup optimal pada iklim tropis dan subtropics biasa pada garis lintang 35U dan 35S. (5,2,8,3) Habitatnya adalah tmepat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah suka istirahat pada benda-benda yang bergantung di rumah. (3) Tersebar luas diseluruh pelosok tanah air baik kota maupun desa tidak dapat hidup pada ketinggian > 1000m diatas permukaan laut. (8,3) bersifat sangat antrofilik dan hidup dekat dengan manusia. (8)
Kemampuan jarak terbang 40-100m dari tempat berkembangbiaknya. (3) Dari telur sampai dewasa perlu waktu 10-12 hari. (8,3) dimana umur nyamuk betina rata-rata 6 minggu dan hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta hanya darah manusia yang dipilihnya untuk mematangkan telur. (3)
E. Cara Penularan
Virus Dengue masuk ke tubuh nyamuk Ae.aegypti pada saat menghisap darah manusia yang sedang terinfeksi virus dengue dalam keadaan viremia (2 hari sebelum panas sampai dengan 5 hari setelah demam). (5,9,2,11,3,6)
Organ sasaran dari virus adalah hepar, nodus limfatikus, sum-sum tulang serta paru. Data dari berbagai penelitian mrnunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi lain. Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. (4)
Bila terinfeksi, nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang hidupnya dan siap menularkan virus ke manusia yang rentan. (5,9,2,11,3,6) Nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus secara transovarian. (8,11,3) Dalam 8-10 hari virus dengue berlipat ganda dalam epitel usus tengah nyamuk lalu migrasi ke kelenjar ludah nyamuk ( proboscis ) ( extrinsic incubation period ) dan siap ditularkan ke manusia bila nyamuk betina tersebut menggigitnya. (11)
PATOGENESIS
Virus merupakan organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu, terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu.
Teori yang banyak dianut pada DBD adalah teori hipotesis infeksi sekunder (secondary heterogenous infection theory) dan teori hipotesis immune enhancement. (2,8) Kedua teori tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog punya resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibody heterolog yang sudah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi, membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks tersebut berikatan dengan Fc reseptor membrane sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody heterolog maka virus tidak dinetralisir oleh tubuh, maka bebas bereplikasi dalam sel makrofag. (2)
Teori lain yaitu Antibody Dependent Enhacement ( ADE ) menyatakan bahwa suatu proses akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam mononuclear sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut. Terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaan-keadaan seperti hipovolemia, dan syok. (2)
Berdasarkan teori secondary heterolog infection bahwa akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibody amnestik yang terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit yang menghasilkan titer tinggi antibody Ig G anti dengue, terbentuk kompleks virus antigen-antibodi. Kompleks tersebut mengaktifkan system komplemen, terutama C3 dan C5, selanjutnya akibat aktivasi C3 dan C5 dilepaskan C3a dan C5a yang menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat dan merembesnya plasma dari intravascular ke ekstravascular yang ditandai dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium, dan terdapat cairan dalam rongga serosa (efusi pleura dan ascites). (2,1,11,3)
Selain mengaktivasi system komplemen, kompleks virus-antigen-antibodi, juga mengakibatkan agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi melalui kerusakkan sel-endotel pembuluh darah. Kedua factor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat perlengketan kompleks antigen-antibodi pada membrane trombosit sehingga dikeluarkan ADP ( adenosine diphosphate ) akibatnya trombosit melekat satu sama lain.
Agregasi trombosit menyebabkan :
- Penghancuran oleh RES sehingga mengakibatkan trombositopenia
- Pengeluaran platelet factor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID) yang ditandai oleh peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan.
- Gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlahnya cukup namun tidak berfungsi baik
- Aktivasi koagulasi menyebabkan diaktifkannya factor Hageman selanjutnya terjadi aktivasi sistim kinin yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga mempercepat terjadinya syok.
Keempat hal inilah yang menyebabkan perdarahan massif pada DBD. (2)
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik virus dengue sangat bervariasi tergantung daya tahan tubuh dan virulensi itu sendiri. (5,9,2,8,11,3) Mulai dari tanpa gejala demam ringan tidak spesifik (undifferentiated fever), demam dengue, demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue ( SSD ). (4,2,8,11,3,6)
A. Demam Dengue
Pada demam dengue ( DD ) dapat dijumpai keadaan – keadaan berikut : (5,12,10,3)
- Demam tinggi tiba-tiba (>390C), menetap 2-7 hari, kadang bersifat bifasik
- Muka kemerahan (flushing face)
- Nyeri seluruh tubuh : Nyeri kepala, nyeri belakang mata terutama bila digerakkan, nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi dan nyeri perut
- Mual, muntah, tidak nafsu makan
- Timbul ruam merah halus sampai petekiae
- Laboratorium terdapat leukopeni hingga trombositopenia
Namun Demam Dengue dengan perdarahan harus dibedakan dengan DBD. Pada penderita demam dengue tidak ada tanda-tanda kebocoran plasma.
B. Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Perbedaan DD dan DBD terletak pada patofisiologi penyakit tersebut, dimana pada DBD terdapat kelainan homeostasis dan perembesan plasma yang dibuktikan dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit. (5,2,10,11,3)
Kriteria diagnosa DBD menurut WHO 1997 : (5,2,8,11,3,6)
a. Klinis
- Demam tinggi tiba-tiba selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
- Terdapat manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet +, petekiae, echimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
- Pembesaran hati / hepatomegali
b. Laboratoris
- Trombositopenia ( trombosit <100.000ul)
- Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit >20%
Diagnosa ditegakkan dengan dua kriteria klinis dan satu kriteria laboratorium. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia memperkuat diagnosis
Menurut WHO 1997, DBD dibagi menjadi 4 derajat :
- Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif
- Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan lain.
- Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan dalam, tekanan nadi menurun <20mmHg, hipotensi, sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah
- Syok berat, nadi tidak dapat diraba, tekanan darah tidak dapat diukur.
C. Sindrom Syok Dengue
Biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun biasanya antara hari ke-3 sampai ke-7. (7,11,3) Gelisah yang timbul sesuai dengan keadaan syok :
- pasien tampak gelisah
- akral dingin dan pucat, kulit lembab
- hipotensi, penurunan tekanan nadi (<20mmHg), nadi cepat dan lemah
LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (5,2,8,11,3,6)
- Trombositopenia ( Trombosit <100.000ul )
- Hematokrit meningkat >20%
- Hipoproteinemia, penurunan kadar fibrinogen, protrombin, factor VIII, factor XII dan anti trombin III
- Asidosis metanolik dan kadar BUN ( Basal Urea Nitrogen ) meningkat pada syok berat
- SGOT dan SGPT meningkat ringan
- Serum komplemen serum menurun
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologis (5,2,11,3)
- Roentgen thorax PA terdapat gambaran efusi pleura terutama pada hemitorak kanan
- USG abdomen tampak ascites dan efusi pleura bagian kanan
2.Serologis (2,3)
Dikenal 6 jenis serologi yang dapat menentukan adanya virus dengue, yaitu :
- Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test), paling sering dipakai dan merupakan gold standard serologi untuk dengue. Uji Hi sensitive tapi tidak spesifik. Untuk diagnosis positif terdapat kenaikan titer 4x lipat dari titer serum akut (>1280). Baik pada serum akut maupun konvalesen.
- Ig M Elisa, kelebihan uji ini adalah hanya perlu satu serum akut saja. Spesifitas sama uji HI, sensifitas sedikit dibawah uji HI.
- Ig G Elisa, sedikit lebih spesifik disbanding Ig M Elisa.
- Uji netralisasi, paling spesifik dan sensitive untuk virus dengue.
- Uji komplemen fiksasi.
- PCR (polymerase chain reaction), sangat spesifik dan sensitive.
DIAGNOSA BANDING
Etiologi demam pada wabah penyakit umumnya sulit diketahui, karenanya perlu diteliti infeksi pada alat-alat tubuh baik yang disbabkan bakteri maupun virus, seperti bronkopneumonia, kolesistitis, pielonefritis, demam tifoid, malaria dan sebagainya. Adanya ruam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan DBD. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis. (5)
Awal perjalanan penyakit demam chikunguya, demam typhoid, campak, influenza, hepatitis, leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas dengan hemokonsentrasi dapat membedakannya. (2,8)
DBD derajat II sulit dibedakan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP). Demam pada ITP cepat hilang dan tidak terjadi hemokonsentrasi. Pada masa penyembuhan jumlah trombosit lebih cepat kembali normal. (9,8,3)
KOMPLIKASI PENYAKIT
A. Ensefalopati Dengue
Terjadi akibat komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, gangguan metabolic seperti hipoksemia, hiponatremia, trombosis pembuluh darah otak akibat KID ( koagulopati Intravascular Diseminata). Pada enselopati dengue, kesadaran pasien menurun, dapat disertai kejang, peningkatan SGOT/SGPT, PT dan PTT memanjang, alkalosis, hiponatremia, hipoglikemia. (2,8,3)
B. Gagal Ginjal Akut
Terjadi pada fase terminal akibat syok yang adekuat. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik, dan acut tubular necrotizing. Diuresis merupakan parameter yang penting dan paling mudah dilakukan dalam memonitor kelainan ginjal. (2,8,3)
C. Oedema Paru
Terjadi akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pasien mengalami distress pernafasan disertai sembab pada kelopak mata. Roentgen thorax PA memberikan gambaran bat wing appearance yang sesuai dengan gambaran ordem paru.(5)
C. Sepsis(8)
Akibat penggunaan jalur intravena yang terkontaminasi.
- Syok hingga kematian
Terjadi akibat penanganan yang tidak adekuat
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada DBD tanpa penyulit adalah (5)
- Tirah baring
- Makanan lunak
Bila nelum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
- Medikamentosa yang bersifat simtomatis untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya diberikan dari golongan asetaminofen, eukinin atau difron.
- Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
Penatalaksanaan menurut FKUI/RSCM terdiri dari 5 protokol (2,8)
Protokol I: tersangka DBD
Pasien pulang bila HB, Ht normal, trombosit >100.000/ul dalam 24 jam. Dengan catatan kontrol kembali bila keadaan semakin manburuk. Bila masih meragukan, observasi dan berikan infuse kristaloid 500cc per 4 jam, ulang Hb, Ht, trombosit.
Pasien dirawat bila HB, Ht normal tapi trombosit <100.00/ul atau Hb, Ht tetap/ meningkat dengan trombosit normal atau menurun. Monitor tanda-tanda vital serta jumlah urin tiap 4 jam.
Protocol II DBD : tanpa perdarahan masif dan syok.
Berikan infuse larutan kristaloid 4jam/kolf. Bila Hb, Ht normal dan trombosit > 100.000-150.000 maka cukup monitor lagi tiap 24jam. Tapi bila HB, Ht meningkat periksa ulang tiap 12jam. Setelah 24jam bila Hb, Ht, trombosit :
- stabil, pasien boleh pulang
- normal/ meningkat trombosit >100.000, ulang periksa tiap 12jam selama 24 jam. Bila normal dan stabil boleh pulang.
- Klinis memburuk, menunjukkan tanda syok terapi disesuaikan seperti pada syok.
Pasien pulang bila tidak demam, hemodinamik baik. Control poliklinik 24jam kemudian sambil periksa darah perifer lengkap. Bila keadaan memburuk harus segera dirawat.
Protocol III : DBD dengan perdarahan spontan dan massif tanpa syok.
Segera infuse larutan kristaloid 4jam/kolf. Periksa tanda-tanda vital, darah perifer lengkap dan homeostatis tiap 4-6jam. Bila ada tanda-tanda KID berikan heparin. Transfuse komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen plasma ( FFP ) diberikan bila terdapat defisiensi factor pembekuan ( PT dan PTT memanjang ). Packed Reds Cells ( PRC ) diberikan bila nilai H kurang dari 10g%, transfuse trombosit diberikan pada DBD dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit <100.000 disertai atau tanpa KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan homeostatis diulang 24jam kemudian sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan dikerjakan bila masih ada perdarahan. Penderita DBD dengan gejala-gejala tersebut bila dijumpai di puskesmas perlu dirujuk dengan infuse, idealnya dengan plasma expander ( dekstran ) 1-1,5ltr/24jam. Bila tidak tersedia dapat diberikan kristaloid. Juga diberikan terapi simptomatik sesuai indikasi.
Protocol IV : DBD dengan syok dan perdarahan spontan
Fase awal segera berikan infuse larutan kristaloid terutama RL 20ml/kgBB/jam. Berikan O2 2-4 ltr/menit, periksa elektrolit dan ureum, kreatinin. Evaluasi selama 30-120 menit. Syok dikatkan teratasi bila keadaan umum membaik, keadaan system saraf pusat baik, sistol diatas 100mmHg dengan tekanan nadi >20mmHg. Nadi, 100x/mnt dengan volume yang cukup. Akral hangat, tidak pucat serta diuresis 0,5-1ml/KgBB/jam. Bila syok telah teratasi infuse dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam lanjut evaluasi 60-120 menit berikut. Bila klinis menjadi stabil kurangi lagi menjadi 4 jam/kolf. Selama ini periksa ulang Hb, Ht, trombosit serta elektrolit tiap 4-6jam.
Bila hemodinamik masih belum stabil dengan HT>30% anjurkan kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 3-4 : 1 namun bila Ht<30% berikan tranfusi darah merah. Bila syok dari awal tidak teratasi langsung berikan larutan koloid 10-20ml.kgBB/jam maksimal1500ml/jam. Bila Ht<30% segera trnfusi darah merah. Bila syok masih juga belum teratasi berikan obat-obatan vasopresor seperti dopamine, dobutamin atau epinephrine. Bila ternyata ada KID berikan heparin dan tranfusi komponen darah sesuai indikasi. Tanpa KID periksa homeostatis diulang bila masih ada perdarahan. Berikan juga obat-obatan sesuai gejala yang ada.
Protocol V : DBD dengan syok tanpa perdarahan
Sam prinsipnya dengan protocol no.IV hanya pemeriksaan klinis dan laboratorium dilakukan seteliti mungkin untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan tersembunyi disertai KID, maka heparin dapat diberikan. Bila tidak didapatkan tanda-tanda perdarahan, walau hasil pemeriksaan homeostatis menunjukkan KID maka heparin tidak diberikan, kecuali bila ada perkembangan kearah perdarahan.
PENCEGAHAN
1. Gerakan 3M
- menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali, dan menaburkan bubuk abate kedalamnya
- menutup rapat tempat penampungan air
- mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan
2. Pemberantasan vector
- Penyemprotan / Fogging
- Menyingkirkan pakaian yang tergantung didalam rumah
- Abatisasi selektif
- Kerjabakti lingkungan dalam dan luar rumah
- Penyuluhan masyarakat
3. Pemakaian repellent, menyemprot anti serangga di dalam rumah
4. lapor ke puskesmas setempat
Ada dua cara pemberantasan vector : (5)
- Menggunakan insektisida
Yang biasa dipakai adalah Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos untuk membunuh jentik
- Tanpa insektisida
Contohnya adalah menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air dan mambersihkan halaman rumah.
PROGNOSIS DAN KESIMPULAN
A. Prognosis
Kematian oleh demam dengue hamper tidak ada, sebaliknya pada DBD mortalitasnya tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dari anak-anak.
Dari penelitian tahun 1993 dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama muncul dengan DBD yaitu demam typhoid, bronkopneumonia, anemia dan kehamilan.
B. Kesimpulan
DBD sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan korban meninggal dunia yang tidak sedikit. Penyakit ini terakhir mewabah tahun 2004, penyakit ini disebabkan virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Agypti sebagai vector utama.
Manifestasi klinis penyakit dapat bermacam-macam mulai dari demam tidak khas, demam dengue, DBD, DSS hingga berakhir kematian. Terapi ditujukan terutama pada pergantian volume plasma yang hilang. Selain itu juga dibarengi dengan terapi simptomatik sesuai indikasi. Upaya pencegahan penyakit harus semakin ditingkatkan guna mencegah atau mengurangi kasus, morbiditas serta mortalitas akibat DBD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar